Find in Library
Search millions of books, articles, and more
Indexed Open Access Databases
Scholarly feminist versus internet commentator on women issues in Islam
oleh: Ahmad Ali Nurdin
Format: | Article |
---|---|
Diterbitkan: | IAIN Salatiga 2011-12-01 |
Deskripsi
This article discusses two different types of contemporary writings both “scholarly feminists” and “internet commentators” on women in Islam; particularly issues related to gender equality such as women’s rights, status and creation. By comparing two different groups of writers, the objective of this paper is to discover whether there are significant differences between them on issues of women in Islam, which shed light on modern Islamic thinking. From a brief investigation of several books as representatives of scholarly feminists, and several websites, which publish many articles on women in Islam, as representatives of Internet commentators, it is clear that both groups seem to have similar attitude on the topic. They tried to clarify a common misperception of women in Islam which is commonly portrayed to be “a second class”. Moreover, it is clear that the message of ‘Internet commentators’ seem to be more effective and more likely to prevail. Artikel ini membahas dua tipe tulisan-tulisan kontemporer, baik dari kalangan “feminis terpelajar” maupun “komentator internet” mengenai perempuan dalam Islam; utamanya berkaitan dengan persoalan-persoalan keadilan gender, seperti hak-hak kaum perempuan, status dan penciptaan mereka. Dengan membandingkan dua kelompok penulis ini, tujuan artikel ini adalah untuk menemukan apakah ada perbedaan signifikan antara kedua kelompok ini mengenai masalah-masalah perempuan dalam Islam yang mewarnai pemikiran Islam modern. Dari penelitian singkat atas beberapa karya yang mewakili kaum feminis terpelajar dan beberapa websites yang memublikasikan banyak artikel tentang perempuan dalam Islam, sebagai representasi dari komentator internet, jelas bahwa dua kelompok ini memiliki keserupaan sikap atas topik tersebut. Mereka mencoba menjelaskan kesalahpahaman umum tentang perempuan dalam Islam yang biasanya digambarkan sebagai “kelas kedua”. Juga tampak bahwa pesan dari para komentator internet lebih efektif dan berhasil.